|Lingkungan| Susahnya Memotret Wajah Tersembunyi


Judul : Potret Keadaan Hutan Indonesia
Penyusun : Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch
Penerbit : Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch
Tebal : x + 117

Judul : Atlas Hutan Indonesia
Penyusun : Forest Watch Indonesia
Penerbit : Forest Watch Indonesia
Isi : 8 tema peta disajikan per propinsi



…Proses legal ini sama sekali tidak menghentikan kegiatan proyek, dan pers lokal terus melaporkan adanya penebangan dan pembukaan hutan secara ekstensif, pembangunan jalan, dan penanaman kelapa sawit terus berlangsung di dalam kawasan taman nasional. Pada saat pengadilan akhirnya mengambil keputusan atas kasus ini nantinya, mungkin sudah terlambat untuk memperbaiki dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh kasus ini.

Sepenggal kalimat di atas adalah ratap penutup dalam boks tulisan di halaman 22 bertajuk “Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Taman Nasional Gunung Leuser”. Sebelumnya dikisahkan, bahwa pada pada bulan September 1999, LSM-LSM telah memenangkan gugatan terhadap pembangunan proyek kelapa sawit di dalam taman nasional Gunung Leuser di Pengadilan Negeri Medan. Hakim memutuskan agar para tersangka membayar denda Rp 300 juta sebagai ganti rugi atas kerusakan di dalam taman nasional yang disebabkan oleh proyek kelapa sawit itu, dan mengharuskan mereka untuk memulihkan kondisi hutan ke dalam keadaan semula. Namun apa daya, ketok palu hakin tidaklah berarti apa-apa.
Ibarat menunggu pemenuhan terhadap ramalan Joyoboyo, maka kalimat penutup dalam laporan hasil investigasi yang dibuat oleh Yayasan Leuser Lestari telah teramini dengan adanya tragedi tanah longsor di Bohorok beberapa waktu lalu.

Data Kehutanan: Mau Percaya Siapa?

Sudah bukan rahasia lagi jika data kehutanan Indonesia sangat sulit diakses. Untuk itulah seringkali teknik investigasi terpaksa digunakan. Para peneliti harus menghadapi pemerintah yang merahasiakan informasi, birokrasi yang menghambat dan intimidasi dari pihak industri. Saat ini pemerintah memang sudah mulai terbuka, ada kerja sama dari pihak para pejabat, tetapi akses terhadap informasi masih tetap terhambat oleh saling tumpang-tindihnya tanggung jawab berbagai lembaga, perubahan personel yang berlangsung sangat cepat dan lemahnya kapasitas. Celakanya, sering kali bahkan informasinya memang tidak ada. Industri kehutanan sekarang sudah tidak lagi sekuat dulu, tetapi setiap orang yang ingin memantau kegiatan perusahaan yang berlangsung ilegal masih harus menghadapi risiko yang cukup berat. Banyak tantangan dan frustasi harus dihadapi dalam usaha untuk mendapatkan statistik.
Bukti-bukti terjadinya kerusakan sudah sedemikian banyak, namun gambaran tentang kerusakannya masih tetap kabur karena data yang ada saling bertentangan, informasi tidak tepat, dan klaim serta bantahan yang saling bertentangan. Oleh karena itu ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk melakukan penilaian yang obyektif terhadap situasi hutan Indonesia, yang akan menghasilkan basis informasi yang benar bagi setiap individu dan organisasi yang berupaya untuk melakukan perubahan yang positif.

****

Secara santun, penyusun memposisikan buku ini sebagai informasi dan data alternatif. Terselip kata ‘alternatif’ yang semestinya kita pandang sebagai kerendahan hati dari penyusun untuk tidak memaksakan pembaca agar mempercayai data ini sebagai satu-satunya sumber. Meskipun demikian, buku ini menyajikan ringkasan yang komprehensif tentang skala dan laju perubahan yang mempengaruhi hutan-hutan Indonesia, dan berusaha untuk mengindentifikasi kekuatan-kekuatan dan para pelaku yang menyebabkan terjadinya deforestasi. Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch telah mengumpulkan semua data resmi dan laporan terbaik yang tersedia dari kalangan pemerhati lingkungan di lapangan untuk menjawab berbagai pertanyaan berikut: Berapa banyak tutupan hutan yang masih tersisa di Indonesia dan berapa luas hutan yang telah hilang selama 50 tahun terakhir ini? Bagaimana kondisi hutan yang masih tersisa sekarang ini? Apa saja kekuatan-kekuatan utama yang menjadi penyebab deforestasi dan siapa para pelaku utamanya? Bagaimana prospek reformasi kebijakan kehutanan sehubungan dengan kondisi politik dan ekonomi pada saat ini?
Selain menyajikan potret hutan Indonesia dalam format laporan deskriptif maupun tabel, penyusun juga meluncurkan CD berlabel “Atlas Hutan Indonesia”. Atlas ini dilengkapi dengan data luasan, sehingga bisa diperoleh gambaran seberapa luaskah hutan yang ada sekarang, berapa banyak luas hutan yang terdegradasi/deforestasi serta luas areal yang dialokasikan untuk kepentingan pengelolaan hutan melalui Hak Pengusahaan Hutan, Hutan Tanaman Industri dan Perkebunan.
Ada delapan tema peta yang disajikan dalam atlas ini, yakni (1) luas dan distribusi hutan berakses rendah dan berakses tinggi, (2) fragmentasi hutan berakses rendah dan berakses rendah potensial, (3) perubahan tutupan hutan alan (deforestasi), (4) kehilangan hutan dataran rendah, hutan sub pegunungan dan hutan pegunungan, (5)sebaran HPH, (6) sebaran HTI, (7) sebaran perkebunan, dan (8) sebaran kawasan konservasi. Peta menggunakan unit pemetaan per propinsi dan disajikan format web sehingga sangat mudah digunakan, semudah anda menggunakan buku atlas yang biasa bigunakan anak-anak sekolah dasar.

***

Sayangnya buku ini kurang memberi porsi yang cukup bagi pembahasan mengenai kondisi hutan di Pulau Jawa. Seolah-olah urusan hutan adalah urusan nun jauh di luar Pulau Jawa sana. Padahal bisa jadi laju kerusakan hutan di Jawa jauh lebih fantastis dan banyak yang tidak terekspos. Kita seakan-akan paham setiap lekuk liku persoalan Taman Nasional Gunung Leuser, tapi sudahkah kita juga memberi perhatian yang cukup terhadap kondisi kawasan lindung, maupun taman nasional di seantero Pulau Jawa? Sudahkah kita bersikap kritis terhadap kinerja unit manajemen PT. Perhutani selaku pengelola hutan di Jawa, sekritis kita membicarakan pengelola hutan di luar Jawa sana? Kealpaan yang bisa jadi akan menyentak kita saat bencana menyapa tanpa permisi. Bencana longsor di kawasan wisata Pacet, Jawa Timur dan juga di lokasi Jawa lainnya adalah potret betapa kita menjadi gagap saat bencana terjadi di hutan pulau Jawa dan bukannya di “tempat yang biasa” kita bicarakan..
Namun terlepas dari kekurangan tersebut, buku dan CD tentang hutan Indonesia ini bisa menjadi pelepas rasa haus terhadap informasi mengenai kondisi kehutanan Indonesia terkini. Setidaknya, masyarakat dapat memiliki dokumentasi atas perjalanan sejarah perkembangan hutan Indonesia. Jangan kaget dan jangan heran apabila potret hutan Indonesia nantinya hanya teronggok di laci berdebu karena tidak ada lagi sisa kayu yang dapat dibuat bingkai untuknya.

Anang, yb

|Lingkungan| Aqua dalam kloset


Judul: 101 Ideas To Save Our World Starting at Home (101 Gagasan Menyelamatkan Dunia Diawali di Rumah)
Pengarang: Mia N. Scmallenbach
Penerbit: Elex Media Komputindo
Halaman: 101+xii

Soal membuang air, bangsa kita paling jago. Menurut Mia –si penulis buku ini- di Eropa, Australia, dan Amerika tangki toilet menampung rata-rata 9 liter air. Di Indonesia ? hemm.. raat-rata 15 liter air (sekali siram!)
Bayangkan, berapa banyak air terbuang percuma bila “sekali tekan” (atau ada juga yang diungkit) 15 liter mengalir percuma. Bila anda peduli dengan persoalan kecil ini, ikuti tips dari Mia: Ambil dua botol air mineral berisi air dan tertutup, lalu masukkan ke dalam tangki kloset. Bila satu botol berukuran 600 ml, maka anda akan memperkecil volume tangki kloset sebesar 1,2 liter. Sebesar itulah penghematan yang anda lakukan demi lingkungan yang lebih baik!
Buku dengan sampul merah menyolok ini mengajak anda berpikir kreatifmisalnya bagaimana kita memanfaatkan kertas bekas atau sabun bekas, bagaimana kita bersahabat dengan tikus, kecoa, dan lalat yang menyatroni dapur kita. Selain itu buku ini juga mengajarkan bagaimana kita bisa hemat air, hemat energi, dan tepat guna dalam menggunakan teknologi, seperti merebus telur atau menghidupkan komputer dengan benar.
Setiap ide sarat dengan gagasan agar dunia tetap lestari, mulai dari membuat kompos alam, membuat AC dari kipas angin plus handuk basah, sampai dengan WC mampet! Ada 101 gagasan yang dipaparkan di buku ini.
Siapakah Mia N. Scmallenbach? Jangan salah, dia adalah remaja 15 tahun, bahkan saat mengawali menulis buku ini usianya masih beranjak 14 tahun!
Begitulah Mia, remaja kreatif yang bisa menjadi teladan dari tindakan dan idenya yang cemerlang. Gagasan-gagasan dalam buku ini diharapkan mudah diterapkan dan dapat menggugah siapapun, semua makhluk hidup, tanpa pandang usia, yang penting mau mengubah diri.
Dengan buku ini Mia mengajak kita untuk
MENYEMBUHKAN DUNIA MENJADI TEMPAT YANG LEBIH BAIK!